Jumat, 17 Juli 2009

satu bagian merasa sakit, semua ikut sakit

mungkin itulah yang tengah kita rasakan. pematang siantar sakit, seluruh bagian di tanah air turut bereaksi. belum reda demonstrasi penentangan UU BHP dari kalangan mahasiswa, kini anak bangsa yang lain harus pula turun ke jalan. adik-adik kita yang semestinya tenang menikmati masa belajar di awal tahun pembelajaran, malah harus berdemonstrasi karena tempat mereka menimba ilmu direbut orang. sekolah mereka ‘disegel’ dengan dipagari seng keliling gedung. pintu sekolah juga dilas. walikota Pematang Siantar bermaksud memindahkan sekolah ke lokasi yang baru di Jalan Gunung Sibayak. karena dinilai alasannya tidak jelas, pihak sekolah menolak dengan cara unjuk rasa. namun tetap saja aksi tersebut tidak mengurungkan niat pihak birokrat. inventaris sekolah seperti meja dan kursi diangkut. gedung SMAN 4 tersebut dikosongkan. padahal pemindahan tersebut ke daerah yang tidak strategis (ongkos bertambah6x lipat), menurut darmaningtyas (pakar pendidikan) dalam penuturannya di tvOne, telah melanggar HAM, yakni dari segi ketidakterjangkauan akses pendidikan.

lalu pertanyaannya adalah: "semudah itukah akses pendidikan ditukar dan diperjualbelikan? bukankah sekolah tersebut adalah sekolah negeri? tidakkah memiliki kekuatan hukum? bagaimana DPD, DPR, serta pemerintah setempat selaku petinggi daerah menanggapi hal ini?

ternyata pengosongan sekolah tersebut dilakukan sebagai langkah melakukan rencana Pemkot untuk menindaklanjuti izin prinsip DPRD P.Siantar tahun 2006/2007 tentang persetujuan tukar-menukar barang milik daerah dan pihak ketiga.

miris!

bagaimana anak2 bangsa dapat belajar dengan tenang jika tempat belajarnya pun masih menjadi sengketa? bagaimana nasib dunia pendidikan ke depan jika mental decision maker membuat hal yang dilarang menjadi mudah?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar